Di ceritakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani bahwa serombongan orang dari
kalangan Tabi'in datang berkunjung ke rumah Abu Sinan. Baru beberapa
saat mereka tiba di rumah itu, Abu Sinan langsung mengajak mereka untuk
bertakziah ke rumah tetangganya.
"Mari kita ke rumah tetangga saya untuk mengucapkan takziah atas kematian saudaranya!" kata Abu Sinan kepada para tamunya.
Sampai disana, mereka mendapati si tuan rumah dalam keadaan sedih. Ia
selalu menangis dan merasakan kesedihan yang amat mendalam. Abu Sinan
dan sahabat-sahabatnya berusaha menghibur dan membujuknya agar tidak
menangis, tetapi usaha mereka sia-sia. Salah seorang sahabat Abu Sinan
berkat,"Apakah kamu tidak tahu bahwa kematian adalah suatu perkara yang pasti dijalani oleh setiap orang?" Ia menjawab,"Aku
tahu tentang itu.Yang aku sedihkan sesungguhnya bukanlah kematian
saudaraku,tapi aku teramat sedih memikirkan siksa yang telah menimpanya
di alam kubur."
"Apakah engkau mengetahui perkara yang gaib?" tanya yang lain.
"Tidak. Demi Allah, aku tidak memiliki
pengetahuan tentang itu. Hanya, ketika aku menguburkannya dan meratakan
tanah di atasnya, tiba-tiba terjadi sesuatu yang sangat menakutkan.
Waktu itu, orang-orang telah pulang, sementara aku masih duduk diatas
kuburnya. Tiba-tiba terdengar suara rintihan dari alam
kubur,'ah......ah....! Mereka meninggalkanku seorang diri menanggung
siksa, padahal aku mengerjakan puasa dan shalat!' Suara rintihannya
betul-betul membuatku menangis karena iba kepadanya. Lalu aku coba
menggali kuburnya untuk mengetahui apa yang telah terjadi di dalamnya.
Ternyata, kuburnya dipenuhi dengan api, dan di leher jenazah saudaraku
terdapat rantai yang terbuat dari api. Karena kasihan kepadanya, aku
berusaha untuk melepaskan rantai itu dari lehernya. Begitu kuulurkan
tangan untuk membukanya, tanganku terbakar."
Lelaki itu kemudian menunjukkam tangannya yang masih hitam dan
kulitnya yang mengelupas karena jilatan api dari dalam kubur. Ia kembali
meneruskan ceritanya,"Aku kemudian kembali
menimbun kubur itu seperti semula dan pulang dengan segera. Setiap kali
aku teringat peristiwa itu, pasti air mataku menetes. Aku tidak bisa
membayangkan betapa berat siksa kubur yang dialami oleh saudaraku itu."
Semua yang mendengar kisah itu, termasuk Abu Sinan, terdiam. Tak
seorang pum di antara mereka yang berbicara. Semua pikiran mengarah pada
kondisi si mayit yang sudah dapat dipastikan amat tersiksa dengan
keadaannya.
Tiba-tiba Abu Sinan bertanya memecah kesunyian,"Katakanlah kepada kami
apa yng telah dilakukan oleh saudaramu semasa hidupnya di dunia?"
"Dia tidak pernah bersedia mengeluarkan zakat hartanya," jawabnya singkat.
Dengan jawaban itu, sahabat-sahabat Abu Sinan menyimpulkan tentang kebenaran ayat Al-Qur'an:"Dan
jangan sekali-kali orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah
kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi
mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka
kikirkan itu akan dikalungkan (dilehernya) pada hari kiamat. Milik
Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah maha
teliti atas apa yang kamu kerjakan." (Q.S Ali Imran [ 3 ]:180)
HIKMAH
Itulah balasan bagi orang yang enggan mengeluarkan zakat dari harta
yang telah dianugrahkan Allah kepadanya. Keengganan untuk berzakat
merupakan wujud keingkaran terhadap perintah Allah. Di alam barzah
kelak, leher seseorang yang enggan membayar zakat akan dilinkari kalung
yang terbuat dari api. Berdasarkan Q.S. Ali Imran [3] ayat 180, kalung
itu merupakan perwujudan dari harta yang tidak dikeluarkan zakatnya.
Mengeluarkan zakat pada hakikatnya bukan mengeluarkan harta yang menjadi
hak kita, tetapi justru mengeluarkan harta yang menjadi hak orang lain.
Orang-orang yang secara sadar dan penuh keikhlasan mengeluarkan zakat,
berarti mereka telah membersihkan harta yang mereka miliki dari hak-hak
orang lain. Sebaliknya, orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat
disebabkan kebakhilan dalam diri mereka, sama halnya mereka memakan dan
memanfaatkan harta yang sesungguhnya, merupakan hak orang lain, terutama
kaum duafa. Tanpa mereka sadari, kebakhilan mereka telah menyebabkan
kaum yang tak punya menjadi sengsara. Karena, layaklah bila Allah
kemudian memberikan siksa itu sejak di alam barzah, tanpa harus menunggu
datangnya Hari Akhir. Siksa Allah tersebut takkan berhenti hanya di
alam barzah, tetapi pasti akan berlanjut hingga ke alam akhirat.
Kejadian apapun yang di alami si mayit di dalam kubur merupakan pertanda
atas apa yang akan ia alami di akhirat nanti. Bila ia memperoleh
kebahagiaan di alam kubur, insya Allah ia akan memperoleh kebahagiaan di
akam akhirat. Sebaliknya, bila ia memperoleh siksa di alam kubur, maka
itu merupakan pintu awal baginya untuk menerima siksa di alam akhirat.
Semoga Allah melindungi kita dari siksa-Nya yang amat pedih, dan
menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang selalu sadar untuk mengeluarkan
zakat dari harta yang telah di anugerahkan-Nya kepada kita. Amin...
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking